SUPPOSITORIA
I. DEFINISI
Menurut Farmakope Indonesia ed. IV suppositoria
adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui
rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu
tubuh. (FI ed.IV hal 1 6)
Suppositoria vaginal (ovula)
umumnya berbentuk bulat atau bulat telur dan berbobot lebih kurang 5 g, dibuat
dari zat pembawa yang larut dalam air atau yang dapat bercampur dalam air,
seperti polietilen glikol atau gelatin tergliserinasi.
II.__ TEORI
SEDIAAN
Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung
jaringan setempat, sebagai pembawa zat terapetik yang bersifat lokal atau
sistemik. Bahan dasar suppositoria yang umum digunakan adalah lemak coklat,
gelatin tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi, campuran polietilen
glikol berbagai bobot molekul, dan ester asam lemak polietilen glikol.
Bahan dasar suppositoria yang
digunakan sangat berpengaruh pada pelepasan zat terapetik. Lemak coklat cepat
meleleh pada suhu tubuh dan tidak tercampurkan dengan cairan tubuh, oleh karena
itu menghambat difusi obat yang larut dalam lemak pada tempat diobati.
Polietilen glikol adalah bahan dasar yang sesuai untuk beberapa antiseptik.
Jika diharapkan bekerja secara sistemik, lebih baik menggunakan bentuk ionik
dari pada nonionik, agar diperoleh ketersediaan hayati yang maksimum. Meskipun
obat bentuk nonionik dapat dilepas dari bahan dasar yang dapat bercampur dengan
air, seperti gelatin tergliserinasi dan polietilen glikol, bahan dasar ini
cenderung sangat lambat larut sehingga menghambat pelepasan. Bahan pembawa
berminyak seperti lemak coklat jarang digunakan dalam sediaan vagina, karena
membentuk residu yang tidak dapat diserap, Sedangkan gelatin tergliserinasi
jarang digunakan melalui rektal karena disolusinya lambat. Lemak coklat dan
penggantinya (lemak keras) lebih baik untuk menghilangkan iritasi, seperti pada
sediaan untuk hemoroid internal.
a. Suppositoria Lemak
Coklat
Suppositoria dengan bahan dasar
lemak coklat dapat dibuat dengan mencampur bahan obat yang dihaluskan ke dalam
minyak padat pada suhu kamar dan massa yang dihasilkan dibuat dalam bentuk
sesuai, atau dibuat dengan minyak dalam keadaan lebur dan membiarkan suspensi
yang dihasilkan menjadi dingin di dalam cetakan. Sejumlah zat pengeras yang
sesuai dapat ditambahkan untuk mencegah kecenderungan beberapa obat, (seperti
kloralhidrat dan fenol) melunakkan bahan dasar. Yang penting, suppositoria
meleleh pada suhu tubuh.
Perkiraan bobot suppositoria yang
dibuat dengan lemak coklat, dijelaskan dibawah ini. Suppositoria yang dibuat
dari bahan dasar lain, bobotnya lebih berat dari pada bobot yang disebutkan
dibawah ini.
Suppositoria rektal. Suppositoria rektal untuk
dewasa berbentuk lonjong pada satu atau kedua ujungnya dan biasanya berbobot
lebih kurang 2 g.
Suppositoria vaginal. Umumnya berbentuk bulat
atau bulat telur dan berbobot lebih kurang 5 g, dibuat dari zat pembawa yang
larut dalam air atau yang dapat bercampur dalam air, seperti polietilen glikol
atau gelatin tergliserinasi. Ukuran
berkisar, panjang 1,25 – 1,5 inchi dan diameter 5/8 inchi
1.
Tujuan
penggunaan (ovula)
Biasanya digunakan untuk lokal dengan efek
sebagai antiseptik, kontrasepsi, anastetik lokal, dan pengobatan penyakit
infeksi seperti trichomonal, bakteri dan monilial.
2.
Absorpsi
Vagina
Absorpsi sediaan vaginal terjadi
secara pasif melalui mukosa. Proses absorpsi dipengaruhi oleh fisiologi, pH, dan
kelarutan dan kontanta partisi obat. Permukaan vagina dilapisi oleh lapisan
film air (aqueous film) yang
volume, pH dan komposisinya dipengaruhi oleh umur, siklus menstruasi, dan
lokasi. pH vagina meningkat secara gradien yaitu pH 4 untuk anterior formix dan
pH 5 di dekat cervix. Pada umumnya ovula digunakan untuk efek lokal. Tapi beberapa penelitian menunjukkan ada beberapa obat
yang dapat berdifusi melalui mukosa dan masuk dalam peredaran darah. Sebagai
contoh, kadar propanolol dalam plasma untuk sediaan ovula lebih besar
dibandingkan dengan rute oral pada dosis yang sama.(Husa’s, Pharmaceutical Dispensing,
hal. 117)
Suppositoria dengan bahan lemak coklat harus disimpan
dalam wadah tertutup baik, sebaiknya pada suhu dibawah 30 derajat (suhu kamar
terkendali).
b. Pengganti Lemak Coklat
Suppositoria dengan bahan dasar jenis
lemak, dapat dibuat dari berbagai minyak nabati, seperti minyak kelapa atau
minyak kelapa sawit yang dimodifikasi dengan esterifikasi, hidrogenasi, dan
fraksionasi hingga diperoleh berbagai komposisi dan suhu lebur (misalnya minyak
nabati terhidrogenasi dan lemak padat).
Produk ini dapat dirancang sedemikian hingga dapat mengurangi terjadinya
ketengikan. Selain itu sifat yang diinginkan seperti interval yang sempit
antara suhu melebur dan suhu memadat dan jarak lebur juga dapat dirancang umtuk
penyesuaian berbagai formulasi dan keadaan iklim.
c. Suppositoria Gelatin Tergliserinasi
Bahan obat dapat dicampur ke dalam bahan
dasar gelatin tergliserinasi, dengan menambahkan sejumlah tertentu kepada bahan
pembawa yang terdiri dari lebih kurang 70 bagian gliserin, 20 bagian gelatin
dan 10 bagian air. Suppositoria ini harus disimpan dalam wadah tertutup rapat,
sebaiknya pada suhu dibawah 35 derajat.
d. Suppositoria dengan Bahan Dasar Polietilen
Glikol
Beberapa kombinasi polietilen glikol
mempunyai suhu lebur lebih tinggi dari suhu badan telah digunakan sebagi bahan
dasar suppositoria. Karena pelepasan dari bahan dasar lebih ditentukan oleh
disolusi dari pada pelelehan, maka massalah dalam pembuatan dan penyimpanan
jauh lebih sedikit dibanding massalah yang disebabkan oleh jenis pembawa yang
melebur. Tetapi polietilen glikol dengan kadar tinggi dapat memperpanjang waktu
disolusi sehingga menghambat pelepasan. Pada etiket suppositoria polietilen
glikol harus tertera petunjuk “basahi dengan air sebelum digunakan”, meskipun
dapat disimpan tanpa pendinginan, suppositoria ini harus dikemas dalam wadah
tertutup rapat.
e. Suppositoria dengan Bahan Dasar Surfaktan
Beberapa surfaktan nonionik dengan sifat
kimia mendekati polietilen glikol dapat digunakan sebagai bahan pembawa
suppositoria. Contoh surfaktan ini adalah ester asam lemak polioksietilen
sorbitan dan polioksietilen stearat. Surfaktan ini dapat digunakan dalam bentuk
tunggal atau kombinasi dengan pembawa suppositoria lain untuk memperoleh
rentang suhu lebur yang lebar dan konsistensi. Salah satu keuntungan utama
pembawa ini adalah dapat terdispersi dalam air. Tetapi harus hati-hati dalam
penggunaan surfaktan, karena dapat meningkatkan kecepatan absorpsi obat atau
dapat berinteraksi dengan molekul obat yang menyebabkan penurunan aktivitas
terapetik.
f.
Suppositoria
Kempa atau Suppositoria Sisipan Suppositoria vaginal dapat dibuat dengan cara mengempa massa serbuk menjadi
bentuk yang sesuai. Dapat juga dengan cara pengkapsulan dalam gelatin lunak.
(FI ed. IV hal 16-17)
A. TUJUAN PENGGUNAAN
1. Efek Lokal
Pada umumnya digunakan untuk pengobatan wasir,
konsipasi, infeksi dubur. Zat aktif yang biasa digunakan:
Anastetik
lokal (benzokain, tetrakain)
Adstringen
(ZnO, Bi-subgalat, Bi-subnitrat)
Vasokonstriktor
(efedrin HCL)
Analgesik
(turunan salisilat)
Emollient
(balsam peru
untuk wasir)
Konstipasi
(glisin bisakodil)
Antibiotika
untuk infeksi
2. Efek Sistemik
Meringankan
penyakit asma (teofilin, efedrin, amonifilin)
Analgetik dan
antiinflamasi (turunan salisilat, parasetamol)
Anti
arthritis, radang persendian (fenilbutason, indometasin)
Hipnotik
& sedatif (turunan barbiturat)
Trankuilizer
dan anti emetik (fenotiazin, klorpromazin)
Khemoterapetik
(antibiotik, sulfonamida)
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy,
hal 565)
B.
KARAKTERISASI
DOSIS
Umumnya dosis pada pemberian rektal
besarnya 1,5-2 kali atau lebih dosis oral kecuali untuk obat-obat keras. Dosis yang
benar tergantung pada kecepatan pelepasan obat dari suppo. Ini berarti basis suppo dan jumlah
obat harus dipertimbangkan secara bersamaan. Karena pembawa dapat merubah
kecepatan absorbsi obat jumlah obat yang diberikan dalam suppo tergantung pada
pembawa dan sifat fisikokimia obat. Bobot suppo untuk orang dewasa sekitar 2
gram sedangkan untuk anak-anak sekitar 1 gram.
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy,
564).
C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ABSORPSI REKTAL
PEMBERIAN PER REKTAL (Farmasetika 2 Biofarmasi)
·
Dapat mengurangi pengaruh pH lambung, enzim lambung (yang
merusak ZA), mencegah inaktivasi ZA yang sudah diserap ke peredaran darah oleh
hati (bahan yang terserap di bag. akhir usus langsung menuju vena cava dan
sebagian besar oleh vena haemoroidales superior menuju vena porta dan hati)
· dilakukan bila pemberian
per oral tidak mungkin, baik karena sifat obat sendiri maupun keadaan penderita
(menghindari obat dimuntahkan, pasien koma, dll)
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINETIKA PRE DISPOSISI ZA
·
Penghancuran
Sediaan
-
Suhu
rektum kurang lebih 37 oC, suppo melebur 32,6-37,6 oC
(36,5 oC).
-
Jarak
lebur maksimal 10 menit.
- Setelah peleburan, suppo akan menjadi massa kental yang melapisi permukaan mukosa, hal yang
berpengaruh pada massa tsb antara lain :
konsistensi (massa
yg lebih lunak--pelepasan lebih cepat), kekentalan setelah peleburan
(kekentalan meningkat--laju pelepasan ZA menurun), kemampuan pecah (zat pembawa
kental--memperlambat pelepasan, untuk meningkatkan pelepasan suppo lemak dapat
ditambah surfaktan HLB 4-9.
·
Transfer
ZA dalam cairan rektum
-
Sifat
ZA dalam suppo (ZA teremulsi tidak memberikan efek ke pelepasan karena ZA
terlarut dalam air yg teremulsi dalam fase lemak, ZA yg lipofil menggunakan
basis hidrofil)
-
kelarutan
ZA
-
koefisien
partisi dalam fase lemak dan cairan rektum
-
ukuran partikel ZA ( partikel kecil--kekentalan
meningkat---transfer ZA menurun)
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINETIKA PENYERAPAN ZA YG AKAN
DIBERIKAN PER REKTUM
·
kedudukan
suppo setelah pemakaian
·
waktu
tinggal suppo dalam rektum
·
pH
cairan rektum (penyerapan terjadi dalam mekanisme transpor pasif yang
tergantung pada koefisien partisi, pKa ZA, dan pH cairan rektum)
·
konsentrasi
ZA dalam cairan rektum(semakin tinggi konsentrasi ZA-laju penyerapan ZA m-).
FAKTOR PATOLOGIS YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN MELALUI
REKTUM
·
pasien demam---penyerapan lebih baik bila ZA dalam basis
lemak
·
pasien gangguan transisi saluran cerna dan diare--tidak
boleh pengobatan sistemik rektum
·
harus
diberikan setelah rektum dibersihkan
·
lebih
disukai pada subjek berpuasa.
Dosis obat yang digunakan melalui rektum
mungkin lebih besar atau lebih kecil daripada obat yang dipakai secara oral,
tergantung kepada faktor-faktor seperti keadaan tubuh pasien, sifat fisika
kimia obat dan kemampuan obat melewati penghalang fisiologi untuk absorpsi dan
sifat basis suppositoria serta kemampuannya melepaskan obat supaya siap untuk
diabsorpsi. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat dalam rektum pada
pemberian obat dalam bentuk suppositoria yaitu :
i)
Faktor fisiologis
Antara lain ada tidaknya feses dalam
rektum, sirkulasi darah di rektum, beberapa kondisi patologik seperti diare
sehingga terjadi dehidrasi pada tubuh, pH cairan rektal, juga selaput lendir
pada dinding rektum. Untuk memberikan efek yang optimal rektum harus
dikosongkan dulu. Cairan rektal memiliki kapasitas dapar yang rendah, sehingga
pH cairan rektal sangat dipengaruhi pH zat aktif yang ada melarut. Bila diatur
pH kritis untuk memperoleh efisiensi absorpsi yang optimal maka dibutuhkan
penambahan dapar ke dalam formula. Selaput lendir bisa menghambat absorpsi
terutama bila selaput lendir tersebut kental dan tebal. Penempatan suppositoria
di dalam rektum, bila terlalu dalam akan menuju vena hemoroidal atas.
ii)
Faktor fisikokimia
Antara lain koefisien partisi lemak-air
dari zat aktif, kecepatan hancurnya basis, kecepatan disolusi zat aktif dalam
cairan rektal, keadaan zat aktif dalam suppositoria (jika terlarut, maka dalam
basis biasanya proses pelepasan dan disolusi zat aktif menjadi lebih lambat),
kelarutan zat aktif dalam cairan rektal, ukuran partikel zat aktif.
iii)
Adanya zat tambahan khusus ke dalam basis
Misalnya surfaktan, dapat merubah tegangan
permukaan selaput mukosa pada rektal sehingga absorpsi zat berkhasiat menjadi
lebih baik. Surfaktan dapat memperbesar kelarutan suatu zat berkhasiat sehingga
diabsorpsi lebih cepat, tapi juga dapat membentuk suatu kompleks senyawa baru
yang lambat diabsorpsi.
iv)
Faktor aliran darah
Makin banyak pembuluh darah di sekitar
suppositoria maka absorpsi obat akan semakin cepat. Tetapi luas permukaan
absorpsi terbatas di daerah kolon dan tidak ada perbedaan luas permukaan yang
mencolok di daerah kolon, baik di pinggir, di tengah maupun di dalam daerah
kolon. Setelah obat diabsorpsi dari usus halus obat dialirkan melalui vena
porta hepatika ke hati. Hati memetabolisme obat tersebut, dapat berupa
modifikasi atau mengurangi efek obat tersebut. di lain pihak jumlah yang lebih
banyak dari obat yang sama dengan di atas akan diabsorpsi melalui anorektal.
Vena haemoroid halus yang mengelilingi kolon dan rektum masuk vena kava
inferior sehingga tidak masuk ke hati. Vena haemoroid menuju ke vena porta dan bermuara
di hati. Tetapi lebih dari setengah pemberian melalui rektal diabsorpsi
langsung ke sirkulasi tubuh. Sirkulasi limfa juga membantu absorpsi obat
melalui rektal dan mengalihkannya dari hati. Rektal tidak mempunyai daya
kapasitas buffer. Menurut Schumber, asam dan basa lemah lebih cepat diabsorpsi
daripada asam / basa kuat dan yang terionisasi kuat lainnya.
(Lachman, Teory and Practice of Industrial
Pharmacy, 565-568)
D. BASIS SUPPOSITORIA
Basis suppositoria mempunyai peranan
penting dalam pelepasan obat yang dikandungnya. Salah satu syarat utama basis
suppositoria adalah selalu padat dalam suhu ruangan tetapi segera melunak,
melebur atau melarut pada suhu tubuh sehingga obat yang dikandungnya dapat
tersedia sepenuhnya, segera setelah pemakaian (H.C. Ansel, 1990, hal 375).
Menurut Farmakope Indonesia IV, basis suppositoria
yang umum digunakan adalah lemak coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati
terhidrogenasi, campuran polietilenglikol (PEG) dengan berbagai bobot molekul
dan ester asam lemak polietilen glikol. Basis suppositoria yang digunakan
sangat berpengaruh pada pelepasan zat terapeutik (FI IV,hlm.16).
Yang perlu diperhatikan untuk basis suppositoria
adalah :
a. Asal dan komposisi kimia
b.
Jarak
lebur/leleh
c.
Solid-Fat
Index (SFI)
d.
Bilangan
hidroksil
e.
Titik
pemadatan
f.
Bilangan
penyabunan (saponifikasi)
g.
Bilangan
iodida
h.
Bilangan
air (jumlah air yang dapat diserap dalam 100 g lemak)
i.
Bilangan
asam
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy,
568-569)
Syarat basis yang ideal antara lain :
a.
melebur
pada temperatur rektal
b.
tidak
toksik, tidak menimbulkan iritasi dan sensitisasi
c. dapat bercampur
(kompatibel) dengan berbagai obat
d.
tidak
berbentuk metastabil
e.
mudah
dilepas dari cetakan
f.
memiliki
sifat pembasahan dan emulsifikasi
g.
bilangan
airnya tinggi
h.
stabil
secara fisika dan kimia selama penyimpanan
i. dapat dibentuk dengan
tangan, mesin, kompresi atau ekstrusi
Jika basis adalah lemak, ada persyaratan tambahan sebagai
berikut :
Bilangan
asam < 0,2
Bilangan
penyabunan 200 - 245
Bilangan
iodine < 7
Interval antara titik lebur dan titik pemadatan kecil
(kurva SFI tajam)
(Lachman, teory and Practice of Industrial Pharmacy,
575)
Tipe
basis suppositoria berdasarkan karakteristik fisik yaitu (H. C. Ansel, 1990 hal 376) :
a. Basis suppositoria
yang meleleh (Basis berlemak)
Basis
berlemak merupakan basis yang paling banyak dipakai, terdiri dari oleum cacao,
dan macam-macam asam lemak yang dihidrogenasi dari minyak nabati seperti minyak
palem dan minyak biji kapas.
Menurut USP, oleum cacao merupakan :
·
Lemak
yang diperoleh dari biji Theobroma cacao yang dipanggang.
·
Secara
kimia adalah trigliserida yang terdiri dari oleapalmitostearin dan oleo
distearin
· Pada suhu kamar, berwarna kekuning-kuningan
sampai putih padat sedikit redup, beraroma coklat
· Melebur pada 30-36oC
(H. C. Ansel, 1990 hal 376)
· Titik leleh :31-34 oC
· Kelarutan : mudah larut dalam kloroform,
eter, petroleum spirit, larut dalam etanol panas, sedikit larut dalam etanol
95%
· Stabilitas dan
penyimpanan : pemanasan diatas 36 oC menyebabkan pembentukan kristal
metastabil. Oleum cacao
disimpan di suhu < 25 oC
(HOPE , ed. IV hal. 639)
·
Bilangan
iod 34 - 38
·
Bilangan
asam 4
·
Mudah
tengik dan meleleh harus disimpan di tempat sejuk dan kering terhindar dari
cahaya.
(Lachman,575)
·
Bentuk
polimorfisa
1.
Bentuk
α melebur pada 24°C diperoleh dengan pendinginan secara tiba-tiba
sampai 0oC.
2.
Bentuk
β diperoleh dari cairan oleum cacao yang diaduk pada suhu 18-23 0 C
titik leburnya 28-31 oC
3.
Bentuk
stabil β diperoleh dari bentuk β’, melebur pada 34-35 0C diikuti
dengan kontraksi volume
4.
Bentuk
γ melebur pada suhu 18oC, diperoleh dengan menuangkan oleum cacao
suhu 20oC sebelum dipadatkan ke dalam wadah yang didinginkan pada
suhu yang sangat dingin. Pembentukan polimorfisa ini tergantung dari derajat
pemanasan, proses pendinginan dan keadaan selama proses. Pembentukan kristal non stabil dapat
dihindari dengan cara :
o Jika massa tidak melebur
sempurna, sisa-sisa krsital mencegah pembentukan krsital non stabil.
o
Sejumlah kristal stabil ditambahkan ke dalam leburan
untuk mempercepat perubahan dari bentuk non stabil ke bentuk stabil. (istilahnya “seeding”).
o Leburan dijaga pada
temperatur 28-32 0C selama 1 jam atau 1 hari.
·
Hal-hal yang harus diperhatikan :
o Gunakan panas minimal
pada proses peleburan, < 40oC
o
Jangan
memperlama proses pemanasan
o
Jika
melekat pada cetakan gunakan lubrikan
o
Titik
pemadatan oleum cacao terletak 12-13 oC dibawah titik leburnya
sehingga dapat dimanfaatkan dalam pembuatan suppo (menjaga suppo tetap cair
tanpa berubah menjadi bentuk tidak stabil)
o
Penambahan
emulgator seperti tween 61 sebanyak 5-10 % akan meningkatkan absorpsi air
sehingga menjaga zat-zat yang tidak larut tetap terdispersi/tersuspensi dalam
oleum cacao
o
Kestabilan
suspensi dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan-bahan seperti Al‑
monostearat
atau silika yang memberikan leburan oleum cacao bersifat tiksotropik.
o
Untuk
obat-obat yang dapat menurunkan titik lebur oleum cacao seperti minyak atsiri,
creosote, fenol,. Kloralhidrat, digunakan
campuran malam atau spermaceti (lemak ikan paus).(Lachman,576)
b. Basis
suppositoria larut air dan basis yang bercampur dengan air
Basis yang penting dari kelompok ini adalah
basis gelatin tergliserinasi dan basis polietilen glikol. Basis gelatin
tergliserinasi terlalu lunak untuk dimasukkan dalam rektal sehingga hanya
digunakan melalui vagina (umum) dan uretra. Basis ini melarut dan bercampur
dengan cairan tubuh lebih lambat dibandingkan dengan oleum cacao sehingga cocok
untuk sediaan lepas lambat. Basis ini menyerap air karena gliserin yang
higroskopis. Oleh karena itu, saat akan dipakai, suppo harus dibasahi terlebih
dahulu dengan air.
Polietilen glikol (PEG) merupakan polimer dari etilen
oksida dan air, dibuat menjadi bermacam-macam panjang rantai, berat molekul dan
sifat fisik. Polietilen glikol tersedia dalam berbagai macam berat molekul mulai dari
200 sampai 8000. PEG yang umum digunakan adalah PEG 200, 400, 600, 1000, 1500,
1540, 3350, 4000, 6000 dan 8000. Pemberian nomor menunjukkan berat molekul
rata-rata dari masing-masing polimernya. Polietilen glikol yang memiliki berat
molekul rata-rata 200, 400, 600 berupa cairan bening tidak berwarna dan yang
mempunyai berat molekul rata-rata lebih dari 1000 berupa lilin putih, padat dan
kekerasannya bertambah dengan bertambahnya berat molekul. Basis polietilen glikol
dapat dicampur dalam berbagai perbandingan dengan cara melebur, dengan memakai
dua jenis PEG atau lebih untuk memperoleh basis suppo dengan konsistensi dan
karakteristik yang diinginkan. PEG menyebabkan pelepasan lebih lambat dan
memiliki titik leleh lebih tinggi daripada suhu tubuh. Penyimpanan PEG tidak
perlu di kulkas dan dapat dalam penggunaan dapat dimasukkan secara perlahan
tanpa kuatir suppo akan meleleh di tangan (hal yang umum terjadi pada basis
lemak). (Ansel, hal 377)
Contoh formula basis (Lachman, 578)
a.
PEG
1000 96%, PEG 4000 4%
b.
PEG
1000 75%, PEG 4000 25%
Basis a) memiliki titik leleh rendah, sehingga
membutuhkan tempat dingin untuk penyimpanan, terutama pada musim panas. Basis
ini berguna jika kita ingin disintegrasi yang cepat. Sedangkan basis b) lebih
tahan panas daripada basis a) sehingga dapat disimpan pada suhu yang lebih
tinggi. Basis
ini berguna jika kita ingin pelepasan zat yang lambat. (Lachman, 578)
Suppositoria dengan polietilen glikol tidak
melebur ketika terkena suhu tubuh, tetapi perlahanlahan melarut dalam cairan
tubuh. Oleh karena itu basis ini tidak perlu diformulasi supaya melebur pada
suhu tubuh. Jadi boleh saja dalam pengerjaannya, menyiapkan suppositoria dengan
campuran PEG yang mempunyai titik lebur lebih tinggi daripada suhu tubuh.
Keuntungannya, tidak memungkinkan perlambatan
pelepasan obat dari basis begitu suppo dimasukkan, tetapi juga menyebabkan
penyimpanan dapat dilakukan di luar lemari es dan tidak rusak bila terkena
udara panas. Suppo dengan basis PEG harus dicelupkan ke dalam air untuk
mencegah rangsangan pada membran mukosa dan rasa “menyengat”, terutama pada
kadar air dalam basis yang kurang dari 20%. (Ansel
hal 377)
PEG
|
Titik Leleh (°C)
|
|
1000
|
37 –
|
40
|
1500
|
44 –
|
48
|
1540
|
40 –
|
48
|
4000
|
50 –
|
58
|
6000
|
55 –
|
63
|
(HOPE, ed.IV p. 455)
Keuntungan basis PEG :
a.
stabil
dan inert
b.
polimer
PEG tidak mudah terurai.
c.
Mempunyai
rentang titik leleh dan kelarutan yang luas shg memungkinkan formula supo dgn
berbagai derajat kestabilan panas dan laju disolusi yg berbeda
d.
Tidak
membantu pertumbuhan jamur
(Teori dan Praktek
Industri Farmasi, hal 1174)
Kerugian basis PEG:
1.
secara
kimia lebih reaktif daripada basis lemak.
2.
dibutuhkan
perhatian lebih untuk mencegah kontraksi volume yang membuat bentuk suppo rusak
3.
kecepatan
pelepasan obat larut air menurun dengan meningkatnya jumlah PEG dgn BM tinggi.
4.
cenderung
lebih mengiritasi mukosa drpd basis lemak.
(HOPE, hal 455)
Kombinasi jenis PEG dapat digunakan sbg basis supo dan
memberikan keuntungan sbb.:
1.
titik
lebur supo dapat meningkat shg lebih tahan thd suhu ruangan yg hangat.
2.
pelepasan obat tdk tergantung dari titik lelehnya.
3.
stabilitas fisik dalam penyimpanan lebih baik.
4.
sediaan supo akan segera bercampur dengan cairan rektal.
(HOPE, hal 455)
c. Basis
surfaktan
Surfaktan tertentu disarankan
sebagai basis hidrofilik sehingga dapat digunakan tanpa penambahan zat tambahan
lain. Surfaktan juga dapat dikombinasikan dengan basis lain. Basis ini dapat
digunakan untuk memformulasi obat yang larut air dan larut lemak.
Keuntungan :
-
Dapat
disimpan pada suhu tinggi
-
Mudah
penanganannya
-
Dapat
bercampur dengan obat
-
Tidak
mendukung pertumbuhan mikroba
-
Nontoksik
dan tidak mensensitisasi
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy,
575, 578)
E. KEKURANGAN DAN KELEBIHAN SUPPOSITORIA
Kelebihan Suppositoria
·
Dapat digunakan untuk obat yang tidak bisa diberikan
melalui rute oral karena gangguan
saluran cerna seperti mual, pasien dalam keadaan tidak
sadar, atau pada saat pembedahan.
·
Dapat
diberikan pada bayi, anak-anak, lansia yang susah menelan, dan pasien gangguan
mental
·
Zat
aktif tidak sesuai melalui rute oral, missal karena efek samping pada saluran
cerna, atau mengalami First Pass Effect (FPE)
Kekurangan Suppositoria
·
Daerah
absorpsinya lebih kecil
·
Absorpsi
hanya melalui difusi pasif
·
Pemakaian
kurang praktis
·
Tidak
dapat digunakan untuk zat-zat yang rusak oleh pH di rektum (materi kuliah)
III. FORMULASI SUPPOSITORIA
A. METODE PEMBUATAN (Lachman, 580)
Suppo dapat dibuat dengan
beberapa metode yaitu pencetakan dengan tangan, pencetakan kompresi, dan
pencetakan dengan penuangan.
1.
Pencetakan
dengan tangan (manual)
Pencetakan dengan tangan (manual) merupakan
metode paling sederhana, praktis dan ekonomis untuk memproduksi sejumlah kecil
suppositoria. Caranya dengan menggerus bahan pembawa / basis sedikit demi
sedikit dengan zat aktif, di dalam mortir hingga homogen. Kemudian massa suppositoria yang
mengandung zat aktif digulung menjadi bentuk silinder lalu dipotong-potong
sesuai diameter dan panjangnya. Zat aktif dicampurkan dalam bentuk serbuk halus
atau dilarutkan dalam air. Untuk mencegah melekatnya bahan pembawa pada tangan,
dapat digunakan talk.
2.
Pencetakan
dengan kompresi / cetak kempa / cold compression
Pada pencetakan dengan kompresi,
suppositoria dibuat dengan mencetak massa
yang dingin ke dalam cetakan dengan bentuk yang diinginkan. Alat kompresi ini
terdapat dalam berbagai kapasitas yaitu 1,2 dan 5 g. Dengan metode kompresi,
dihasilkan suppositoria yang lebih baik dibandingkan cara pertama, karena
metode ini dapat mencegah sedimentasi padatan yang larut dalam bahan pembawa
suppositoria. Umumnya metode ini digunakan dalam skala besar produksi dan
digunakan untuk membuat suppositoria dengan pembawa lemak coklat / oleum cacao.
Beberapa basis yang dapat digunakan adalah campuran PEG 1450 –
heksametriol-1,2,6 6% dan 12% polietilen oksida 4000.
3.
Pencetakan dengan penuangan / cetak tuang / fusion
Metode pencetakan dengan
penuangan sering juga digunakan untuk pembuatan skala industri. Teknik ini juga
sering disebut sebagai teknik pelelehan. Cara ini dapat dipakai untuk membuat
suppositoria dengan hampir semua pembawa. Cetakannya dapat digunakan untuk
membuat 6 - 600 suppositoria. Pada dasarnya langkah-langkah dalam metode ini
ialah melelehkan bahan pembawa dalam penangas air hingga homogen, membasahi
cetakan dengan lubrikan untuk mencegah melekatnya suppositoria pada dinding
cetakan, menuang hasil leburan menjadi suppo, selanjutnya pendinginan bertahap
(pada awalnya di suhu kamar, lalu pada lemari pendingin bersuhu 7-10 0C,
lalu melepaskan suppo dari cetakan. Cetakan yang umum digunakan sekarang
terbuat dari baj a tahan karat, aluminium, tembaga atau plastik.
Cetakan yang dipisah dalam
sekat-sekat, umumnya dapat dibuka secara membujur. Pada waktu leburan
dituangkan cetakan ditutup dan kemudian dibuka lagi saat akan mengeluarkan
suppositoria yang sudah dingin. Tergantung pada formulasinya, cetakan suppo
mungkin memerlukan lubrikan sebelum leburan dimasukkan ke dalamnya, supaya
memudahkan terlepasnya suppo dari cetakan. Bahan-bahan yang mungkin menimbulkan
iritasi terhadap membran mukosa seharusnya tidak digunakan sebagai lubrikan (Sylvia
Nurendah, skripsi)
Metode yang sering digunakan pada pembuatan
suppositoria baik skala kecil maupun skala industri adalah pencetakan dengan
penuangan (Ansel, 378)
B. PENDEKATAN
FORMULASI
1.
Apakah untuk tujuan sistemik atau lokal?
2.
Di mana lokasi pemberian suppositoria? Rektal, vaginal, atau uretral?
3.
Bagaimana
efek yang diinginkan? Cepat atau lambat?
1. Suppositoria
untuk tujuan sistemik
·
Basis yang digunakan tersedia dan ekonomis.
·
Zat aktif harus terdispersi baik dalam basis dan dapat
lepas dengan baik (pada kecepatan yang diinginkan) dalam cairan tubuh di
sekitar suppositoria.
·
Jika zat aktif larut air, gunakan basis lemak dengan
kadar air rendah.
·
Jika zat aktif larut lemak, gunakan basis larut air. Dapat
ditambahkan surfaktan untuk mempertinggi kelarutannya.
·
Untuk meningkatkan homogenitas zat aktif dalam basis
sebaiknya digunakan pelarut yang
melarutkan zat aktif atau zat aktif dihaluskan
sebelum dicampur dengan basis yang meleleh.
·
Zat aktif yang larut sedikit dalam air atau pelarut lain
yang tercampur dalam basis, dilarutkan
dulu sebelum dicampur dengan basis.
·
Zat
aktif yang langsung dapat dicampur dengan basis, terlebih dahulu digerus halus
sehingga 100 % dapat melewati ayakan 100 mesh.
2. Suppositoria untuk efek lokal
·
Untuk hemoroid, anestetika lokal dan antiseptik (tidak
untuk diabsorbsi).
·
Basis tidak diabsorpsi, melebur dan melepaskan obat
secara perlahan-lahan.
·
Basis harus dapat melepas sejumlah obat yang memadai
dalam 1/2 jam, dan meleleh seluruhnya dengan melepas semua obat antara 4-6 jam
agar terjadi efek lokal dalam kisaran waktu tersebut.
·
Pilih
basis untuk efek lokal
·
Obat
harus didistribusikan secara homogen dalam basis suppositoria.
(Lachman, “Theory and Practice of Industrial Pharmacy”
3rd ed, 582-583)
C. HAL-HAL YANG
PERLU DIPERHATIKAN DALAM FORMULASI
1. Pemilihan
Obat / Zat Aktif
Suatu zat aktif dapat dberikan dalam bentuk
suppositoria jika:
- Dapat diabsorpsi dengan cukup melalui
mukosa rektal untuk mencapai kadar terapeutik dalam darah (absorpsi dapat
ditingkatkan dengan bahan pembantu).
- Absorpsi
zat aktif melalui rute oral buruk atau menyebabkan iritasi mukosa saluran
pencernaan, atau zat aktif berupa antibiotik yang dapat mengganggu
keseimbangan flora normal usus.
- Zat aktif berupa polipeptida kecil yang dapat
mengalami proses enzimatis pada saluran pencernaan bagian atas (sehingga
tidak berguna jika diberikan melalui rute oral).
d. Zat aktif tidak tahan
terhadap pH saluran pencernaan bagian atas.
e. Zat aktif digunakan untuk
terapi lokal gangguan di rektum atau vagina.
Sifat dari zat aktif yang mempengaruhi pengembangan
produk suppositoria:
a. Sifat
fisik
·
Zat aktif dapat berupa cairan, pasta atau solida.
·
Penurunan ukuran partikel dapat meningkatkan
bioavailabilitas obat (melalui peningkatan luas permukaan) dan meningkatkan
kinetika disolusi pada ampula rektal.
·
Penurunan ukuran partikel dapat menyebabkan pengentalan
campuran zat aktif/eksipien, yang menyebabkan aliran menjadi jelek saat
pengisian suppositoria ke cetakan, dan juga memperlambat resorpsi zat aktif.
·
Adanya zat aktif berupa kristal kasar (baik karena
kondisi zat aktif saat ditambahkan ke dalam basis atau karena pembentukan
kristal) dapat menyebabkan iritasi permukaan mukosa rektal yang sensitif.
b. Densitas bulk
Jika terdapat perbedaan yang
signifikan antara densitas zat aktif dengan eksipien,diperlukan perlakuan
khusus untuk mencapai homogenitas produk. Usaha yang dapat dilakukan untuk
mengatasi hal ini yaitu dengan menurunkan ukuran partikel atau meningkatkan
viskositas produk. Peningkatan viskositas produk dapat dicapai dengan
penambahan bahan pengental, atau dengan menurunkan suhu campuran agar mendekati
titik solidifikasi sehingga fluiditasnya turun.
c.
Kelarutan
(solubilitas)
·
Peningkatan
kelarutan zat aktif dalam basis meningkatkan homogenitas produk, tetapi
menyulitkan/mengurangi pelepasan zat aktif jika terjadi kecenderungan yang
besar dari zat aktif untuk tetap berada dalam basis.
·
Afinitas
zat aktif terhadap basis/eksipien dapat diatur dengan derajat misibilitas dari
kedua komponen suppositoria.
2. Pemilihan Basis
Peran utama basis suppositoria:
a.
Menjadikan
zat aktif tertentu dapat dibuat dalam bentuk suppositoria yang tepat dengan
karakteristik fisikokimia zat aktif dan keinginan formulator
b.
Basis
digunakan untuk mengatur penghantaran pengobatan pada tempat absorpsinya.
Karakteristik basis yang menentukan selama produksi:
a.
Kontraksi
Sedikit kontraksi pada saat pendinginan volume
suppositoria diinginkan untuk memudahkan pengeluaran dari cetakan.
b.
Ke-inert-an
(inertness)
Tidak boleh ada interaksi kimia antara basis
dengan bahan aktif.
c.
Pemadatan
Interval antara titik leleh dengan titik
solidifikasi harus optimal: jika terlalu pendek maka penuangan lelehan ke dalam
cetakan akan sulit; jika terlalu panjang, waktu pemadatan menjadi lama sehingga
laju produksi suppositoria menurun.
d.
Viskositas
Jika viskositas tidak cukup, komponen terdispersi dari
campuran akan membentuk sedimen, mengganggu integritas dari produk akhir.
Karakteristik basis yang menentukan selama penyimpanan:
a.
Ketidakmurnian
(Impurity)
Kontaminasi bakteri / fungi harus diminimalisir
dengan basis yang non-nutritif dengan kandungan air minimal.
b.
Pelunakan
(softening)
Suppositoria harus diformulasi agar tidak melunak atau
meleleh selama transportasi atau penyimpanan.
c.
Stabilitas
Bahan yang dipilih tidak teroksidasi saat terpapar
udara, kelembapan atau cahaya.
Karakteristik basis yang menentukan selama penggunaan:
a.
Pelepasan
Pemilihan
basis yang tepat memberikan penghantaran bahan aktif yang optimal ke tempat
target.
b.
Toleransi
Suppositoria akhir
toksisitasnya harus minimal, dan tidak menyebabkan iritasi jaringan mukosa
rektal yang sensitif.
Kriteria pemilihan basis berdasarkan karakteristik
fisikokimianya:
a.
Jarak
lebur
Spesifikasi suhu lebur basis suppositoria
(terutama basis lemak) dinyatakan dalam jarak lebur daripada suatu titik lebur.
Hal ini karena terdapat suatu rentang suhu antara bentuk stabil dan tidak
stabil, suatu hasil dari polimorfisme bahan tersebut. Penambahan cairan ke
dalam basis umumnya cenderung menurunkan suhu leleh suppositoria, sehingga
disarankan penggunaan basis dengan suhu leleh lebih tinggi. Sedangkan,
penambahan sejumlah besar serbuk fine akan meningkatkan viskositas produk,
sehingga diperlukan basis dengan suhu leleh yang lebih rendah.
b.
Bilangan
iodin
Rancidifikasi (oksidasi) basis suppositoria dapat menjadi massalah. Karena
sensitivitas dari jaringan mukosa rektal, dan potensinya terpapar lelehan basis
suppositoria, maka antioksidan berpotensi mengiritasi tidak dianjurkan
digunakan dalam suppositoria. Untuk mencegah penggunaan antioksidan, sebaiknya
digunakan basis dengan bilangan iodin < 3 (dan lebih diutamakan < 1).
c. Indeks hidroksil
Bahan yang memiliki indeks hidroksil rendah juga
memberikan stabilitas yang lebih baik dalam kasus dimana zat aktif sensitif
terhadap adanya radikal hidroksil.
3. Pemilihan bahan pembantu yang
dapat meningkatkan homogenitas produk, kelarutan, dll
Bahan pembantu digunakan untuk:
a. Meningkatkan penggabungan
(inkorporasi) dari serbuk zat aktif
Peningkatan jumlah serbuk zat
aktif dapat mengganggu integritas suppositoria dengan menyebabkan peningkatan
viskositas lelehan, sehingga menghambat alirannya ke dalam cetakan. Ajuvan yang
digunakan untuk mengatasi hal ini yaitu: Mg karbonat, minyak netral (gliserida
asam lemak jenuh C-8 hingga C-12 dengan viskositas rendah) 10 % dari bobot
suppositoria, dan air (1 – 2 %).
b. Meningkatkan hidrofilisitas
Penambahan bahan peningkat
hidrofilisitas digunakan untuk mempercepat disolusi suppositoria di rektum,
sehingga meningkatkan absorpsi, jika digunakan dengan konsentrasi rendah.
Tetapi, jika digunakan dalam konsentrasi besar, bahan ini malah menurunkan
absorpsi. Bahan peningkat hidrofilisitas juga dapat menyebabkan iritasi lokal.
Contoh bahan ini yaitu:
1.
surfaktan anionik, misalnya: garam empedu, Ca oleat,
setil stearil alkohol plus 10 % Na alkil sulfat, Na dioktilsulfosuksinat, Na
lauril sulfat (1 %), Na stearat (1 %), dan trietanol amin stearat (3 – 5 %);
2.
surfaktan nonionik dan amfoterik, misalnya: ester asam
lemak dari sorbitan (Span & Arlacel), ester asam lemak dari sorbitan
teretoksilasi (Tween), ester dan eter teretoksilasi (polietilenglikol 400
miristat, Myrj, eter polietilenglikol dari alkohol lemak), minyak natural
termodifikasi (Labrafil M2273, Cremophor EL, lesitin, kolesterol);
3.
gliserida parsial, misalnya: mono- dan digliserida
mengandung asam lemak tergliserolisasi (Atmul 84), mono- dan digliserida
(gliserin monostearat dan gliserin monooleat), monogliserida asam stearat dan
palmitat, mono- dan digliserida dari asam palmitat dan stearat.
c. Meningkatkan viskositas
Pengaturan viskositas dari
lelehan suppositoria selama pendinginan merupakan titik kritis untuk mencegah
sedimentasi. Bahan yang digunakan yaitu: asam lemak dan derivatnya (Al
monostearat, gliseril monostearat, & asam stearat), alkohol lemak (setil,
miristat dan stearil alkohol), serbuk inert (bentonit & silika koloidal).
d. Mengubah suhu leleh
Contoh bahan yang digunakan: asam
lemak dan derivatnya (gliserol stearat dan asam stearat), alkohol lemak (setil
alkohol dan setil stearat alkohol), hidrokarbon (parafin), dan malam (malam
lebah, setil alkohol, dan malam carnauba).
e. Meningkatkan kekuatan mekanis
Pecahnya suppositoria merupakan
masalah yang ditemui saat digunakan basis sintetik. Untuk mengatasinya dapat
ditambahkan ajuvan seperti: polisorbat, minyak jarak (castor oil), monogliserida asam lemak, gliserin, dan
propilenglikol.
f. Mengubah penampilan
Pewarna dapat digunakan untuk
berbagai alasan seperti psikologis, menjamin keseragaman (uniformitas) warna
produk dari lot ke lot, untuk membedakan produk, dan menyembunyikan kerusakan
saat pembuatan seperti eksudasi atau kristalisasi permukaan. Bahan
hidrosolubel, liposolubel dan insolubel serat tidak bersifat mengiritasi mukosa
dapat digunakan untuk mewarnai suppositoria.
g. Melindungi dari degradasi
Agen antifungi dan antimikroba
digunakan jka suppositoria mengandung bahan asal tanaman atau air. Digunakan
asam sorbat atau garamnya jika pH larutan zat aktif kurang dari 6. p‑hidroksibenzoat
atau garam natriumnya juga dapat digunakan. Tetapi, potensi bahan-bahan ini
menyebabkan iritasi rektal perlu dipertimbangkan.
Antioksidan seperti BHT, BHA,
tokoferol dan asam askorbat digunakan untuk mencegah ketengikan (rancidity) pada
formulasi suppositoria yang menggunakan lemak coklat (cocoa butter).
Sequestering agents seperti asam sitrat dan
kombinasi antioksidan digunakan untuk mengkompleks logam yang mengkatalisis
reaksi redoks. Contohnya: campuran tiga bagian BHT, BHA, dan propilgalat dengan
satu bagian asam sitrat memberikan hasil memuaskan pada penggunaan 0,01 %.
h. Mengubah absorpsi
Pada kasus di mana absorpsi obat
di rektal amat terbatas, perlu ditambahkan bahan untuk meningkatkan uptake obat
tersebut. Sejumlah bahan telah digunakan untuk meningkatkan bioavailabilitas
dari zat aktif dalam suppositoria. Sebagai contoh, penambahan enzim
depolimerisasi (mukopolisakarase) telah dipelajari untuk meningkatkan penetrasi
beberapa zat aktif.
(Lieberman, “Disperse System”,
thn 1989, vol 2, 537-54)
IV.PERHITUNGAN SUPPOSITORIA
Dosis Replacement
Jika dosis zat aktif yang digunakan < 100 mg
(untuk bobot supo 2 g), maka volume yang
ditempati oleh serbuk tidak berubah secara bermakna sehingga tidak perlu
dipertimbangkan.
Jika bobot supo yang akan dibuat < 2 g maka
volume serbuk harus diperhitungkan.
Faktor kerapatan (densitas) dari basis dan serbuk
harus diketahui.(Slide kuliah bu Heni)
Berikut adalah cara perhitungan jumlah basis yang
dapat digunakan oleh sejumlah bahan obat ataupun bahan pembantu :
1. Density Factor (Dispensing of Medication, 9th, Robert E. King, hal.
96)
Merupakan jumlah gram zat aktif yang setara dengan
1 g basis.
Contoh :
a. Akan dibuat 12 buah suppo
yang mengandung aspirin @ 300 mg dan dibuat dalam cetakan suppo 2 g dengan
basis oleum cacao
Maka perhitungan basis oleum cacao yang dibutuhkan untuk
suppo tersebut sbb:
-
Aspirin
yang dibutuhkan (dibuat dengan ditambah 1 buah suppo untuk cadangan) = 13 x 0,3
g = 3,9 g
-
Faktor
densitas untuk aspirin
= 1,1 → 3,9 / 1,1 = 3,55 → 3,9 g aspirin setara dengan
3,55 g oleum cacao.
-
Oleum
cacao teoritis yang dibutuhkan untuk membuat suppo (basis saja tanpa ZA) = 13 x
2 g = 26 g
-
Oleum
cacao sebenarnya yang dibutuhkan untuk membuat suppo
= 26 g – 3,55 g = 22,45 g
b. R/
|
Aminofilin
|
10 %
|
Density factor
aminofilin
|
1,1
|
|
Fenobarbital
|
1 %
|
Density factor
fenobarbital
|
0,81
|
|
mf Suppositoria
no VI
|
@ 2 g
|
|
|
Jawab :
Jika diminta membuat 6
buah Suppositoria maka umumnya dibuat berlebih, misalnya 8 buah. Langkah pengerjaan :
1.
Buat
dan timbang 8 Suppositoria yang terbuat dari oleum cacao saja, misal diperoleh
bobot total 8
Suppositoria adalah 16, 8
g. Maka bobot rata-rata 1 Suppositoria adalah 16,8 / 8 = 8
2.
Zat
aktif ditimbang :
Aminofilin : 10% x 8
x 2,1 g = 1,68 g
Fenobarbital : 1% x 8 x
2,1 g =
0,168 g
3.
Dihitung
kesetaraan zat aktif dengan oleum cacao :
-
Aminofilin
menggantikan : 1,68 / 1,1 = 1,53 g oleum cacao
-
Fenobarbital
menggantikan : 1,68 / 0,81 = 0,14 g oleum cacao
4.
Jumlah
total oleum cacao yang ditimbang : 16,8 g – (1,53+0,14) = 15,13 g
5.
Buat 8
Suppositoria yang terdiri dari oleum cacao dan bahan obat kemudian lakukan
evaluasi terhadapnya dan serahkan 6 Suppositoria yang baik.
2. Replacement Factor (Lachman,585) / Nilai Tukar (IMO, hal 161)
Replacement factor [faktor penggantian
dosis (f)] adalah jumlah basis yang dapat digantikan oleh bahan obat. Nilai
tukar dimaksudkan untuk mengetahui berat lemak (oleum cacao) yang mempunyai
besar volume yang sama dengan 1 gram bahan aktif obat.
Jika f = 0,81 berarti bahwa 0,81 g basis dapat digantikan oleh 1 g
bahan obat. f dapat diturunkan dari persamaan berikut :
(
E -
G )
f
= 100 x
------------ + 1
(
G x
X )
E
: Berat Suppositoria yang hanya terdiri dari basis
G
:
Berat Suppositoria dengan zat aktif x % X :
% bahan obat
G.X : Jumlah bahan obat dalam Suppositoria
Contoh :
Supositoria mengandung 100 mg fenobarbital,
menggunakan oleum cacao sebagai basis.
Bobot supo mengandung 100% ol.cacao = 2 g
Berapa bobot supo yang mengandung 100 mg fenobarbital
?
Jawab :
Karena mengandung 100 mg fenobarbital dalam sekitar 2
g, maka % fenobarbital dalam sediaan supo adalah (100 / 2000) mg x 100% = 5%
Bilangan pengganti fenobarbital, f = 0,81
( E - G )
f
= 100 x
------------ + 1
(
G x
X )
( 2 - G )
0,81 =
100 x ------------
+ 1
(
G x
5)
-0,19
= 200 – 100G
5G
-0,19
= 40 – 20G → G = 2,0095 g
Jadi bobot supo dengan 100 mg fenobarbital =
2,0095 g
Dalam perhitungan apabila
diketahui maka f dapat langsung dikalikan dengan jumlah bahan obat. Obat-obat
yang umum dibuat dalam sediaan Suppositoria, bila dibandingkan dengan oleum
cacao yang memiliki f = 1, memiliki faktor pengganti seperti dalam tabel
berikut ini :
Bahan aktif
|
Faktor pengganti
|
Asam borat
|
0,67
|
Fenobarbital
|
0,81
|
Hg protein ringan
|
0,61
|
Balsam
|
0,83
|
Bismuth subgallat
|
0,37
|
Bismuth subnitrat
|
0,33
|
Camphora
|
1,49
|
Malam putih atau malam kuning
|
1,0
|
Spermaseti
|
1,0
|
Kloral hidrat
|
0,67
|
Kinin hidroklorida
|
0,83
|
Serbuk daun digitalis
|
0,61
|
Ichthammol
|
0,91
|
Minyak jarak
|
1,0
|
Fenol
|
0,9
|
Prokain hidroklorida
|
0,8
|
Resorsin
|
0,71
|
Salol
|
0,71
|
Sulfanilamida
|
0,6
|
Sulfatiazol
|
0,62
|
Teofilin Na asetat
|
0,6
|
Zink oksida
|
0,15 - 0,25
|
(Lachman,585)
Untuk bahan aktif larutan nilai tukarnya adalah 1. (IMO, hal 164)
3. Displacement
Value
Adalah jumlah zat aktif yang dapat
menggantikan oleum cacao.
Contoh perhitungan :
-
Buat
dan timbang 6 Suppo oleum cacao tanpa bahan obat, misalnya diperoleh bobot
6,0g.
-
Buat
Suppositoria dengan 40 % zat aktif diperoleh bobot 8,8 g
Jumlah Oleum Cacao : 60%
x 8,8 = 5,28
Jumlah Zat Aktif : 40%
x 8,8 = 3,52
Jadi jumlah oleum cacao yang dapat digantikan oleh
3,52 g zat aktif adalah : (6,0-5,28) g = 0,72 g
3,52
Displacement value zat aktif adalah : -------
= 4,89 = 5 (dibulatkan)
0,72
5 g Zat aktif dapat menggantikan 1 g oleum cacao
Data kesetaraan
zat aktif dengan basis tidak diketahui
R/ Vioform 250
mg
mf Suppositoria no VI @ 2 g
Langkah pengerjaan
:
1.
Buat
dan timbang 8 Suppositoria yang terbuat dari oleum cacao saja, misal diperoleh
bobot total adalah 16 g, berarti bobot rata-rata satu Suppositoria adalah 2 g.
2. Kemudian dibuat Suppositoria orientasi
dengan 250 mg Vioform dan oleum cacao 1500 mg. Kedua bahan tersebut dicampurkan
dan dituangkan ke dalam cetakan (lubang cetakan seharusnya belum terisi penuh),
sisa volume diisi dengan lelehan oleum cacao lainnya sampai meluap. Suppositoria
yang dihasilkan ditimbang, misal diperoleh bobot 2,2 g.
Maka jumlah oleum cacao adalah : 2,2 - 0,25 g = 1,95 g
Jadi jumlah oleum cacao yang dapat digantikan oleh 250
mg Vioform adalah (2,0 - 1,95)g= 0,05 g
3.
Jumlah
vioform yang ditimbang adalah : 0,25 g x 8 = 1,5 g
Jumlah oleum cacao yang ditimbang : (2 – 0,05) g x 8 =
16,4 g
4.
Campurkan kedua bahan tadi dan tuang ke dalam 8 lubang
cetakan. Lakukan evaluasi terhadapnya dan serahkan Suppositoria yang baik.
4.
Metoda Paddock (Penetapan Bilangan Pengganti)
Bilangan
pengganti adalah bilangan yang menyatakan jumlah basis yang digantikan oleh zat
aktif, dikarenakan perbedaan BJ antara zat aktif dan basis.
Misal, akan dibuat suppo dengan 10% zat aktif,
cara penetapan bilangan pengganti :
a Suppo
basis :
-
buat
basis suppo dan tuang dalam cetakan
- biarkan suppo basis di
suhu kamar sampai memadat sempurna
- sempurnakan pemadatan
pada suhu dingin (4oC) selama 30 menit
- keluarkan suppo basis
dari cetakan dan tibang, misalnya didapat 2 gram
b Suppo
dengan 10% zat aktif :
-
buat
lelehan basis suppo (90%)
-
timbang
10% zat aktif dan masukkan ke dalam lelehan basis suppo yang sudah turun
suhunya sampai nilai tertentu bergantung stabilitas zat aktif
-
aduk
sampai zat aktif terdispersi rata dalam basis
- tuang ke dalam campuran
dan biarkan memadat seperti pada prosedur a.
- keluarkan suppo dan
timbang, misalnya didapat 2,2 gram
c Perhitungan
:
- bobot suppo 100% basis =
2 g
- bobot suppo 10% zat aktif
= 2,2 g
Jadi bobot zat aktif dalam suppo
= 0,1 x 2,2 = 0,22 g
bobot basis dalam suppo 10% zat aktif = 2,2 – 0,22 = 1,98 g
Bobot basis yang digantikan oleh 0,22 g zat
aktif = 2 – 1,98 = 0,02 g basis
Bobot basis yang digantikan oleh 1 g zat
aktif = 0,02 / 0,22 = 0,09 g
basis
Jadi bilangan pengganti zat aktif
= 0,09
V. PEMBUATAN
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan
Suppositoria, sbb:
1. Penyiapan cetakan
-
Cetakan
dikalibrasi, caranya : Siapkan cetakan supo dengan kondisi kering dan bersih. Buat lelehan basis supo
6-12 supo. Tuang lelehan, dinginkan dan rapikan. Keluarkan supo dari cetakan
dan timbang. Hitung bobot rata-rata supo. Bobot rata-rata ioni sebagai nilai
kalibrasi untuk cetakan tertentu.
-
Cetakan sebaiknya dilubrikasi. Cetakan yang baru masih
memiliki permukaan yang mengkilat dan dapat melepaskan suppositoria secara
cepat, tetapi setelah beberapa kali pemakaian dapat timbul goresan yang dapat
menghambat pelepasan suppositoria dari cetakan. Penggunaan lubrikan sesedikit
mungkin untuk melapisi semua bagian cetakan tertutup, jika berlebihan dapat
menyebabkan deformasi supo, jika kurang dapat menyebabkan kesulitan pengeluaran
supo dari cetakan.
-
Lubrikan yang digunakan tidak bercampur (immisibel) dengan basis. Untuk basis
larut air, digunakan minyak mineral (contoh : parafin cair). Untuk basis larut
lemak, digunakan gliserin, air, air-gliserin, atau PEG 400.
-
Teknik
lain untuk memudahkan pengeluaran suppositoria akhir dari cetakan adalah dengan
mendinginkan cetakan sebentar di freezer setelah suppositoria membeku
pada suhu kamar.
Kontraksi tambahan dapat melepaskan
suppositoria lebih mudah dari permukaan logam.
2. Pembuatan basis supo
-
Pemanasan berlebihan harus dihindari dan basis yang telah
dilelehkan dituang ke dalam cetakan pada suhu sedikit di atas titik pembekuan
untuk:
1.mencegah
kristalisasi basis yang dapat menyebabkan suppositoria retak.
2.mencegah presipitasi obat yang
tidak larut dalam basis ke ujung suppositoria dan mencegah patahnya
suppositoria.
-
Suhu pelehan basis oleum cacao 34-35oC, jika
dipanaskan melebihi suhu ini menyebabkan pembentukan bentuk α (tidak stabil), jika dipanaskan
kurang dari suhu ini menyebabkan ol.cacao sulit ditangani dan lengket di
cetakan.
-
PEG merupakan basis yang sangat stabil pada suhu tinggi,
pelelehan biasanya pada suhu 60oC.
3. Penyiapan zat aktif
-
Zat aktif sebaiknya digerus menjadi ukuran yang homogen,
halus, dan dapat menjamin distribusi yang merata dalam basis.
-
Maksimum zat aktif / zat tambahan lain yang boleh
dimasukkan ke dalam basis adalah 30%. Lebih dari 30% menyebabkan kerapuhan supo.
4. pencampuran dan penuangan
-
Zat aktif dapat langsung dicampurkan ke dalam lelehan
basis, atau dibasahkan dulu sebelum dimasukkan.
-
Waktu pencampuran harus diperhatikan sampai diperoleh
distribusi zat aktif yang homogen. Pencampuran yang terlalu lama dapat
menyebabkan penguraian zat aktif atau basis.
-
Campuran dalam lelehan kemudian dituang pada suhu kamar
sampai cetakan terpenuhi sempurna agar tidak terjadi lapisan-lapisan dalam
supo. Cetakan
dingin tidak digunakan karena menyebabkan fraktur. Hindarkan gelembung udara
terjerat dalam lelehan.
5. pendinginan dan
penyempurnaan
-
Lelehan dibiarkan dalam suhu kamar 15-30 menit diikuti
dengan pendinginan tambahan di lemari es selama 30 menit.
Pembuatan dan penuangan Suppositoria dengan
cara leburan :
1.
Panaskan
dengan suhu serendah mungkin basis yang telah ditimbang hingga melebur di atas
penangas air dengan menggunakan mangkok porselin berbibir dan memiliki tempat
pegangan
2. Bahan obat dicampur dengan sebagian lelehan
basis, bila sudah bercampur baik tambahkan dengan diaduk bersama sisa leburan
basis yang telah mendingin / hampir mengental. Untuk bahan yang menguap atau
terganggu oleh pemanasan dicampur dengan diaduk pada suhu tertentu yang dapat
menjamin kestabilan bahan.
3.
Agar
hasil cetakan lebih baik, cetakan didinginkan dahulu di lemari es sebelum penuangan
campuran ke dalam cetakan
4.
Apabila
berat jenis zat aktif yang tidak larut basis lebih besar dari berat jenis basis
sehingga dapat menyebabkan pengendapan, maka ketika pencampuran dan penuangan
ke lubang cetakan dilakukan pengadukan terus-menerus.
5.
Penuangan
campuran dilakukan sedikit diatas titik (suhu) pengendapan (tidak dalam kondisi
terlalu cair), untuk mencegah presipitasi zat yang
tidak larut dalam basis ke ujung suppositoria.
6.
Penuangan
dilakukan secara kontinu agar suppositoria tidak pecah akibat terjadinya
lapisan‑
lapisan.
7.
Penuangan
dilakukan secara berlebihan pada permukaan cetakan / hingga meluap untuk
menutup semua rongga pada permukaan secara sempurna. Sisa luapan dapat
dibersihkan dari permukaan cetakan setelah Suppositoria membeku.
(Ansel,
381)
VI. PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN
A.
Pengemasan
·
Suppositoria gliserin dan gelatin umumnya dikemas dalam
wadah gelas ditutup rapat supaya mencegah perubahan kelembapan suppositoria.
·
Suppo yang diolah dengan basis oleum cacao biasanya
dibungkus terpisah-pisah atau dipisahkan satu sama lainnya pada ceah-celah
dalam kotak untuk mencegah terjadinya kontak antar suppo tersebut dan mencegah
perekatan.
·
Suppo dengan kandungan obat yang peka terhadap cahaya
dibungkus satu persatu dalam bahan tidak tembus cahaya seperti lembaran logam
(alufoil). Sebenarnya kebanyakan suppositoria yang terdapat di pasaran
dibungkus dengan alufoil atau bahan plastik satu per satu. Beberapa di
antaranya dikemas dalam strip kontinu berisi suppositoria yang dipisahkan
dengan merobek lubang-lubang yang terdapat di antara suppositoria tersebut. Suppo
ini biasa juga dikemas dalam kotak dorong
(slide box) atau dalam kotak plastik. (Howard. C. Ansel, 1990,hal. 385.)
Suppo yang berbasis gliserin dan gelatin
tergliserinasi sebaiknya dikemas dalam wadah botol bermulut lebar dan tertutup
rapat. Suppo berbasis oleum cacao dan polimer PEG biasanya masingmasing suppo
dikemas dalam kotak kardus yang dilapisi bahan kedap air. Suppo dapat dikemas rapat dengan
kertas logam atau wadah berlapis kertas lilin. Suppo yang mengandung bahan
mudah menguap seperti fenol dan mentol harus dikemas dalam wadah kaca yang
tertutup rapat. (HUSA’S Pharmaceutical
dispensing, ed. 5, hal. 126)
Labelling
Label sediaan harus mengandung:
1.
Nama dan jumlah senyawa aktif yang terkandung.
2.
Sediaan
tidak boleh ditelan.
3.
Tanggal sediaan tidak boleh digunakan lagi.
4.
Kondisi
penyimpanan sediaan.
(BP 2002, hal.1895)
Petunjuk penyimpanan dalam
ruangan dingin disampaikan kepada pasien. (HUSA’S
Pharmaceutical dispensing, ed. 5, hal. 126)
B. Penyimpanan
Karena suppo umumnya dipengaruhi panas, maka perlu
menjaga dalam tempat dingin.
·
Suppo
yang basisnya oleum cacao harus disimpan di bawah 30 0F (-1,1°C) dan
akan lebih baik apabila disimpan di dalam lemari es.
·
Suppo yang basisnya gelatin gliserin baik sekali bila
disimpan di bawah 35 0F (1,6°C).
·
Suppo dengan basis polietilen glikol mungkin dapat
disimpan pada suhu ruang biasa tanpa pendinginan.
Suppo yang disimpan dalam
lingkungan yang kelembapan nisbinya tinggi mungkin akan menarik uap air dan
cenderung menjadi seperti spon, sebaliknya bila disimpan dalam tempat yang
kering sekali mungkin akan kehilangan kelembapannya sehingga akan menjadi
rapuh. (Howard. C. Ansel, 1990, hal. 385.)
VII. EVALUASI SUPPOSITORIA
1. Appearance
Tes ini lebih ditekankan pada distribusi
zat berkhasiat di dalam basis suppo. Suppo dibelah secara longitudinal kemudian
dibuat secara visual pada bagian internal dan bagian eksternal dan harus nampak
seragam. Penampakan permukaan serta warna dapat digunakan untuk mengevaluasi
ketidakadaan:
-
celah
-
lubang
-
eksudasi
-
pengembangan
lemak
-
migrasi
senyawa aktif
(Pharmaceutical Dosage Form
Disperse System Volume 2, Herbert A. Lieberman, 1989,hal. 552)
2. Keragaman Bobot
Timbang masing-masing suppo sebanyak 10,
diambil secara acak. Lalu tentukan bobot rata-rata. Tidak lebih dari 2 suppo
yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari % deviasi, yaitu 5 %.
Keragaman bobot juga merupakan bagian dari uji keseragaman sediaan, dilakukan
bila sediaan mengandung zat aktif 50 mg atau lebih yang merupakan 50% atau
lebih dari bobot sediaan. Jika tidak, keseragaman sediaan ditentukan dengan metode
keseragaman kandungan (lihat poin 6).
(BP 2002,
Appendix XII H, A.253, FI IV 1995 hal. 999)
3. Waktu Hancur /
Disintegrasi
Uji ini perlu dilakukan terhadap suppo
kecuali suppo yang ditujukan untuk pelepasan termodifikasi atau kerja lokal
diperlama. Suppo yang digunakan untuk uji ini sebanyak 3 buah. Suppo diletakkan
di bagian bawah ‘perforated disc’ pada
alat, kemudian dimasukkan ke silinder yang ada pada alat. Lalu diisi air
sebanyak 4 liter dengan suhu 36-37 oC dan dilengkapi dengan stirer.
Setiap 10 menit balikkan tiap alat tanpa mengeluarkannya dari air. Disintegrasi
tercapai ketika suppo :
a. Terlarut sempurna
b. Terpisah dari komponen-komponennya, yang
mungkin terkumpul di permukaan air (bahan lemak meleleh) atau tenggelam di
dasar (serbuk tidak larut) atau terlarut (komponen mudah larut) atau dapat
terdistribusi di satu atau lebih cara ini.
c. Menjadi lunak, dibarengi perubahan bentuk,
tanpa terpisah sempurna menjadi komponennya, massa tidak lagi memiliki inti padatan yang
membuatnya tahan terhadap tekanan dari pengaduk kaca.
Suppo hancur dalam waktu tidak lebih dari
30 menit untuk suppo basis lemak dan tidak lebih dari 60 menit untuk suppo
basis larut air, kecuali dinyatakan lain. (BP2002,
A237, FI IV hal 1087-1088)
4. Ketegaran / Kehancuran Suppositoria
Tes ini menentukan ketegaran suppo di bawah
kondisi tertentu terhadap pemecahan suppositoria dan ovula yang diukur dengan
menggunakan sejumlah tertentu massa
atau beban untuk menghancurkannya. Tes ini didasarkan untuk suppo dan ovula
berbasis lemak. Uji ini tidak sesuai untuk sediaan yang memiliki bahan pembantu
hidrofilik, seperti campuran gelatin-gliserol.
Metode
Cek apakah alat yang digunakan sudah dalam
keadaan vertikal atau belum. Alat dipanaskan sampai suhunya 25 oC.
Sediaan yang akan diuji telah diletakkan dalam suhu yang sesuai dengan suhu
yang akan digunakan minimal 24 jam. Tempatkan sediaan di antara kedua penjepit
dengan bagian ujung menghadap ke atas.
Tunggu selama 1 menit dan tambahkan lempeng 200 g
pertama. Tunggu lagi selama 1 menit dan tambahkan lempeng berikutnya. Hal
tersebut diulang dengan cara yang sama sampai sediaan hancur. Massa
yang dibutuhkan menghancurkan sediaan dihitung berdasarkan massa
yang dibutuhkan untuk menghancurkan sediaan (termasuk massa awal yang terdapat pada alat). Hal-hal
yang perlu diperhatikan:
-
Apabila
sediaan hancur dalam 20 detik setelah pemberian lempeng terakhir maka massa yang terakhir ini
tidak masuk dalam perhitungan.
-
Apabila
sediaan hancur dalam waktu antara 20 dan 40 detik setelah pemberian lempeng
terakhir maka massa yang dimasukkan ke dalam perhitungan hanya setengah dari
massa yang digunakan, misal 100 g.
-
Apabila
sediaan belum hancur dalam waktu lebih dari 40 detik setelah pemberian lempeng
terakhir maka seluruh massa
lempeng terakhir dimasukkan ke dalam perhitungan.
Setiap pengukuran
menggunakan 10 sediaan dan pastikan tidak terdapat residu sediaan sebelum
setiap pengukuran.
(BP2002, A334, Leon Lachman, 1990,
hal. 586-587)
5. Berhubungan dengan Pelelehan Suppositoria
a. Kisaran Leleh
Uji ini disebut juga uji kisaran
meleleh makro, dan uji ini merupakan suatu ukuran waktu yang diperlukan
suppositoria untuk meleleh sempurna bila dicelupkan ke dalam penangas air
dengan temperatur tetap (37 oC). Sebaliknya uji kisaran meleleh
mikro adalah kisaran leleh yang diukur dalam pipa kapiler hanya untuk basis
lemak. Alat yang biasa digunakan untuk mengukur kisaran leleh sempurna dari
suppositoria adalah suatu alat disintegrasi tablet USP. Suppositoria dicelupkan
seluruhnya dalam penangas air yang konstan, dan waktu yang diperlukan unutk
meleleh sempurna atau menyebar dalam air sekitarnya diukur. (Leon Lachman, 1990,
hal. 586)
b.
Uji
Pencairan atau Uji Melunak dari Suppositoria Rektal
Uji ini mengukur waktu yang diperlukan
suppositoria rektal untuk mencair dalam alat yang disesuaikan dengan kondisi in
vivo. Suatu penyaringan melalui selaput semi permeabel diikat pada kedua ujung
kondensor dengan masing-masing ujung pipa terbuka. Air pada 37 oC
disirkulasi melalui kondensor sehingga separuh bagian bawah pipa kempis dan
separuh bagian atas membuka. Tekanan hidrostatis air dalam alat tersebut
kira-kira nol ketika pipa tersebut mulai kempis. Suppositoria akan sampai pada
level tertentu (lihat gambar pada buku) dan waktu tersebut diukur untuk
suppositoria meleleh dengan sempurna dalam pipa tersebut. (Leon Lachman, 1990, hal. 586)
c.
Pelelehan
dan Pemadatan
Pembebasan senyawa aktif dari basisnya
adalah fungsi langsung dari suhu melelehnya. Untuk mendapatkan efek terapetik
yang ideal dari sediaan ini maka pemahaman yang baik terhadap faktor-faktor
dalam pembuatan sediaan, pada saat pelelehan (atau fusion) dan pemadatan, akan menentukan bioavailabilitas
optimum dari sediaan akhir. Metode yang umum digunakan:
-
tabung
kapiler terbuka
-
tabung
U
-
titik
jatuh
(Pharmaceutical Dosage Form
Disperse System Vol. 2, Herbert A. Lieberman, 1989, h. 555)
6. Keseragaman Kandungan
Diambil tidak kurang 30 suppo
lalu ditetapkan kadar 10 satuan satu per satu. Kecuali dinyatakan lain,
persyaratannya adalah kadar dalam rentang 85,0%-115,0% dari yang tertera pada
etiket dam simpangan baku relatif kurang dari atau sama dengan 6,0%.
Jika satu satuan berada di luar
rentang tersebut, tapi dalam rentang 75,0%-125,0% dari yang tertera dalam
etiket, atau simpangan baku relatif lebih besar dari 6,0%, atau jika kedua
kondisi tidak dipenuhi, dilakukan uji 20 satuan tambahan. Persyaratan dipenuhi
jika tidak lebih dari satu satuan dari 30 terletak di luar rentang 85,0%-115,0%
dari yang tertera pada etiket dan tidak ada satuan terletak di luar rentang
75,0%-125,0% dari yang tertera pada etiket dan simpangan baku relatif dari 30
satuan sediaan tidak lebih dari 7,8%. (FI ed.IV hal 999-1000)
7. Penentuan Waktu Pelembekan dari
Suppositoria Lipofilik
(Softening time determination of lipophilic
suppositories)
Uji ini dilakukan untuk menentukan waktu
yang dibutuhkan sediaan di dalam air sampai sediaan melembek hingga sediaan
tidak mempunyai ketegaran / ketahanan saat berat tertentu diberikan. Metode ini
dapat menggunakan beberapa alat. (BP 2002,
A332)
8. Metode Uji Disolusi Sediaan Suppositoria
Belum ada metode atau desain alat
yang dijadikan standar untuk digunakan dalam laboratorium farmasi.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi disolusi farmasi dari sediaan
suppositoria: pengaruh surfaktan dan kelarutan, pengaruh viskositas, zat
tambahan dan ukuran partikel zat aktif. (Abdou, Dissolution,
Bioavalability and Bioequivalence; TA A 673 Leon Lachman, 1990,hal. 567)
VIII. CONTOH-CONTOH
SUPPO DI PUSTAKA
1.
Suppositoria
aminofilin ( Fornas, HC Ansel,593 )
2.
Suppositoria
aspirin (HC Ansel, 593)
3.
Suppositoria
bibaza / anusol ( Fornas )
4.
Suppositoria bisakodil ( BP 2002 hal. 1895; Fornas )
5.
Suppositoria
klorpromazin ( BP 2002 hal. 1895)
6.
Suppositoria
etamifilin ( BP 2001)
7.
Suppositoria
flurbiprofen ( BP 2002 hal. 1895)
8.
Suppositoria
gliserol ( BP 2002 hal. 1895)
9.
Suppositoria
indometasin ( BP 2002 hal. 1895)
10. Suppositoria metronidazol ( BP 2002 hal. 1895)
11. Suppositoria morfin ( BP 2002 hal. 1895)
12. Suppositoria naproxen ( BP 2002 hal. 1895)
13. Suppositoria parasetamol ( BP 2002 hal. 1895)
14. Suppositoria pentazosin ( BP 2002 hal. 1895)
IX. FORMULA DI PUSTAKA
1.
Suppositoria
Aminofilin (Fornas hal 21)
R/ Aminofilin 250 mg
Suppo dasar yang cocok q.s.
2.
Suppositoria Bibaza / Anusol (Fornas hal 50)
R/
|
Bismuth Subgallas
|
75 mg
|
|
Balsamum Peruvianum
|
125 mg
|
|
Acidum Boricum
|
360 mg
|
|
Zincoxydum
|
360 mg
|
|
Ultramarinum
|
3,4 mg
|
|
Cera flava
|
100 mg
|
|
Oleum cacao hingga
|
2,6 g
|
3. Suppositoria Bisakodil (Fornas
hal 51)
R/ Bisakodil 10 mg
Suppo dasar yang cocok q.s
NOTE: Jika tidak dinyatakan
lain, sebagai suppo dasar digunakan lemak coklat dan untuk memperoleh massa suppo yang baik,
sebagian lemak coklat dapat diganti dengan malam putih dalam jumlah yang
sesuai. Suppo yang dibuat dengan menggunakan suppo dasar lemak coklat berbobot
antara 1-2 g (Fornas hal 333)
(FORMULA NO. 4
S/D 10 DARI PUSTAKA BPC 1973 HAL. 796-798)
4.
Suppositoria
Bismuth Subgalat
R/ Bismuth Subgalat 200 mg
Resorsinol 60
mg
ZnO 120
mg
Castor oil 60
mg
Theobroma oil/basis lemak lain hingga 1 g
Theobroma oil/basis lemak lain hingga 1 g
Bilangan Pengganti (BP): 1 g
theobroma oil setara dengan 3
g bismuth subgalat
“ 5
g ZnO
“ 1
g Castor oil
“ 1,5
g resorsinol
5. Suppositoria
Chlorpromazine
R/
Chlorpromazine 100
mg
Minyak nabati terhidrogenasi/basis yang cocok
Minyak nabati terhidrogenasi/basis yang cocok
6.
Suppositoria Cinchocaine
R/ Cinchocaine
Hidroklorida 11 mg
Theobroma oil/basis lemak
BP: 1 g Theobroma oil setara dengan 1,5 g Cinchocaine
Hidroklorida
7.
Suppositoria
Hamamelis
R/ Ekstrak kering Hamamelis 200 mg
Theobroma oil/basis lemak yang cocok
BP: 1 g theobroma oil setara dengan 1,5 g ekstrak
kering Hamamelis
8.
Suppositoria
Hamamelis dan ZnO
R/ Ekstrak kering Hamamelis 200 mg
ZnO 600
mg
Theobroma oil / basis lemak yang cocok hingga 2 g
Theobroma oil / basis lemak yang cocok hingga 2 g
9.
Suppositoria
Hidrokortison
R/ Hidrokortison/Hidrokortisaon asetat 25 mg
Theobroma oil/basis lemak yang cocok
BP : 1 g Theobroma oil setara dengan 1,5 g
hidrokortison / hidrokortison asetat
10. Suppositoria Morphine
R/
Morfin hidroklorida/morfin sulfat 15 atau 30 atau 60 mg Theobroma oil / basis lemak yang cocok
NOTE: Theobroma oil
dapat diganti dengan basis lain yang cocok seperti palm kemel oil terfraksionasi atau minyak nabati
terhidrogenasi lain yang cocok, dimana titik leleh suppo tidak lebih dari 37 0C.
Jika suppo digunakan pada negara tropis dan subtropis, titik leleh basis dapat
ditingkatkan dengan penambahan white beeswax
atau basis yang memiliki titik leleh lebih tinggi. Penggunaan
suppo gliserol sebagai basis terbatas karena gelatin inkompatibel dengan tanin.
(BPC 1973 hal. 795)
(FORMULA NO. 11 S/D 20 DARI PUSTAKA LACHMAN
PHARMACEUTICAL DOSAGE FORMS DISPERSE SYTEM HAL 563)
A. Analgesik, antipiretik
11. R/ Aspirin 500 mg
Novata B 1500
mg
12. R/ Parasetamol 200 mg
Kodein
Fosfat 20 mg
Aspirin 150 mg
Witepsol
H35 hingga 2000 mg
B. Bronkopulmonari, Antitusif
13. R/ Prophythenazone 1250
mg
Theofilin 310 mg
Theofilin 310 mg
Kafein 625 mg
Efedrin HCl
310 mg
Atropin metilbromida 1 mg
Witepsol H15 hingga 2000 mg
14.
R/ Theofilin 400 mg
Fenobarbital 20 mg
Suppocire AML 1580 mg
C. Antibiotik
15.
R/ Terramycin 200 mg
Suppocire M 1800 mg
D.
Kardiovaskular
16. R/ Serbuk
daun Digitalis 50 mg
Theobromin
Sodium Salisilat 250 mg
Witepsol
S55 hingga 2000 mg
17. R/ Phenylethylbarbituric acid 50
mg
Ekstrak Beladon 40 mg
Laktosa 40
mg
Gliserol 78% 80 mg
Witepsol
hingga 2000 mg
E. Antihemorrhoidal
18. R/ Benzokain 50
mg
Metanol 20 mg
Resorcin 10 mg
ZnO 300 mg
Hamamelis (ekstrak cair) 50 mg
Witepsol hingga 2000
mg
19. R/ Anhydrous Bismuth Oxide 23 mg
Resorsinol 23 mg
Bismuth subgalat 53 mg
Bismuth oxyiodide 1 mg
ZnO 278 mg
Asam borat 477 mg
Peruvian
balsam 46 mg
Suppocire 1899
mg
FORMULA DI HUSA’S PHARMACEUTICAL DISPENSING, ED.5. HAL.
126 :
20. R/ Asam
asetilsalisilat 1,0 mg
Na fenobarbital 0,1 mg
PEG hingga 3,0 mg
21. R/ Asam
asetilsalisilat 0,4 mg (untuk anak-anak)
Ekstrak
Beladona 0,03 mg
22. R/
Aminofilin 0,5 mg
Amobarbital 30
mg